Minggu, 22 Mei 2011

Sosial Budaya

Gerakan Mahasiswa
Adalah
Paket Perubahan

“Sesungguhnya kita sedang berada di titik serius setelah 103 tahun kebangkitan nasional, apabila tonggaknya tertancap pada 20 Mei 1908. Dikatakan serius karena kita semua tentu punya keinginan melihat bangsa ini maju, tetapi sayangnya rasanya seperti”

Gerakan Moral Gerakan Mahasiswa (GMGM) adalah paket perubahan, bagai dua sisi mata uang. Kita meyakini bahwa gerakan mahasiswa adalah ruh suci yang lahir dari panggilan kemuliaan fitrah intelektualitas. Mengemban misi luhur sebagai sel sosial, dengan jangkauan jauh dari sentrumnya, baik secara vertikal maupun horizontal.

Ciri khas kaum muda yang melekat pada mahasiswa seperti dinamis, wawasan luas, mobilitas tinggi, fisik kuat, keterbukaan pemikiran dan idealisme yang mengkristal menjadi daya dorong bagi kelompok kecil di dalam masyarakat ini untuk menjadi agent social of change. Maka tak heran jika sejak awal republik ini digagas, kelompok menengah inilah yang menjadi motor sekaligus katalisator.

Dari era perjuangan kemerdekaan hingga memasuki babak reformasi, kelompok mahasiswa tak pernah absen menjadi aktor utama. Sederet nama telah mengisi etalase 'kepahlawanan' di negeri ini, mengukir sejarah dan menata wajah sejarah republik tercinta.

Mereka berasal dari kelompok mahasiswa hingga namanya menelusup ke hati masyarakat Indonesia bahkan dikenal dunia. Sebut saja misalnya M. Yamin, Sutan Syahrir, Douwes Dekker, Sutomo, Soe Hok Gie, Hariman Siregar hingga Fahri Hamzah ataupun Anas Urbaningrum. Mereka menemukan momentum kepahlawanan diantara ruang artikulasi intelektualitas dan heroisme.

Keberhasilan gerakan mahasiswa di masa lalu melaksanakan tugasnya, tentu tak lepas dari pemahaman akan fiqhul waqi\', yaitu kecerdasan membaca realitas. Berkontribusi sesuai dengan kebutuhan zaman.

Gerakan mahasiswa adalah gerakan terencana dan menyesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Sesungguhnya kita sedang berada di titik serius setelah 103 tahun kebangkitan nasional, apabila tonggaknya tertancap pada 20 Mei 1908. Dikatakan serius karena kita semua tentu punya keinginan melihat bangsa ini maju, tetapi sayangnya rasanya seperti jalan di tempat, kalau bukan, dalam hal-hal tertentu, mundur.

Melihat realitas gerakan pasca reformasi, kita sedikit miris. Selain terjadi friksi hingga melemahkan gerakan, di masa ini mahasiswa pun justru menjadi kelompok intelektual marginal dari dunianya.

Mereka yang kini di pemerintahan sebagian besar berasal dari latar belakang aktivisme, namun toh tidak mampu menjawab ekspektasi rakyat Indonesia. Mahasiswa jangan lagi dijadikan sebagai pendorong kereta mogok. Namun harus mampu mengisi gerbong-gerbong perubahan.
Bergerak tentu bukan seperti zombie atau robot. Justru dimensi kemanusiaan kita harus tetap membimbing pembangunan. Kita harus bergerak menentukan nasib! bukan nasib kita yang terus ditentukan orang (bangsa) lain. Ayo bangkit, bangkit!!

(winda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar